Aku mencintainya seperti bayangan yang mencintai
bendanya. Yang tak pernah terpisah walau tak pernah bisa bersama. Yang
diam-diam menjadikannya tujuan untuk terus ada dan nyata. Aku tahu aku bodoh,
tapi aku tak peduli.
Aku tak peduli. Aku menutup mata, telinga, dan segala
indra demi terus bersamanya. Karena yang ku tahu, hanya dialah satu-satunya
orang yang tersisa. Di antara banyaknya orang yang terus memunggungiku, dialah
yang tetap tinggal.
Hingga sampai akhirnya dusta yang menguak semuanya.
Yang memberitahuku kalau dia tidak benar-benar tinggal di sisiku.
***
Kita sudah lama tak
saling bertatap mata, tapi aku tak pernah lupa sinar matamu saat menatapku
dengan lugu. Aku tak bisa melupakan senyummu yang seringkali membuatku
bertanya-tanya, tak ada diksi yang pas untuk mengungkapkan perasaanku dulu.
Mungkin, kamu masih ingat, kita dulu masih sangat kecil untuk berbicara dan
berbincang tentang cinta. Karena hatimu dan hatiku belum siap memahami yang
telah terjadi saat itu, kita menjalani banyak perasaan yang terkesan maya tapi
terasa begitu nyata. Setiap pertemuan adalah goresan baru dalam kertas putih.
Aku berharap, tak ada penghapus yang mampu menghilangkan hari-hari menyenangkan
yang pernah kita lalui dulu. Kalau aku berada di sampingmu sekarang, ingin
rasanya aku mengulang segalanya. Kuperbudak waktu, kuhentikan detak jarum jam
semauku. Agar yang hadir dalam hari-hariku hanyalah kamu, hanyalah kita,
hanyalah bahagia tanpa air mata. Seandainya hal itu bisa kulakukan, mungkin
sekarang aku tak akan merindukanmu sesering dan sedalam sekarang.
Kita pernah begitu
dekat. Aku dan kamu bertemu, saling
tahu, dan sama-sama memahami bahwa ada sesuatu di hati kita; yang tak bisa
dijelaskan kata. Aku menatap matamu dengan tatapan mendalam, aku percaya di
sana ada cinta. Cinta yang sama-sama kita rasakan, tapi tertahan dalam hati,
berdiam dalam jantung, dan enggan menemukan waktu pengungkapan. Bayangkan, kita
bisa bertahan selama itu. Menjalani kisah yang tak pernah jelas dimana
ujungnya. Memulai cerita tanpa memikirkan akhir yang jelas. Teka-teki itu
membuat aku dan kamu penasaran, lalu kita memutuskan untuk berjalan bersama,
walaupun tak beriringan; walau tak saling bergenggam tangan.
Dulu, aku sempat
melihat cinta di matamu. Aku melihat dunia yang sungguh belum pernah
kusinggahi, aku terjebak dalam bayang-bayangmu; dan aku tak mampu lagi
menghindar pergi. Aku berhenti pada sosokmu, sementara ketika aku mulai ingin
membangun segalanya bersamamu, kamu malah memilih pergi. Kamu sudah bawa aku
berjalan terlalu jauh, aku percaya bahwa kamu akan menemaniku sampai perjalanan
kita selesai, tapi ternyata kamu tidak menemaniku.
Kamu berbeda dari
yang lainnya. Kamu sederhana, apa adanya, misterius, dan begitu sulit untuk
ditebak. Wajahmu bukan pahatan seniman kelas dunia ataupun bikin pabrik yang
jelas-jelas sempurna. Aku tak memikirkan bagaimana penampilanmu dan bagaimana
caramu menata rambutmu. Aku mencintaimu karena begitulah kamu. Kamu yang sulit
kutebak tapi begitu manis dalam beberapa peristiwa. Kamu yang menggemaskan
dalam keadaan yang bahkan sulit kujelaskan. Aku sangat mencintaimu dan
sekarangpun masih begitu. Sadarkah kamu?
Aku menunggu saat
kita bisa bertemu lagi, saling menumbuhkan rasa percaya juga cinta. Aku
menunggu kamu datang, membawa pelukan juga rindu yang kau pendam. Mungkinkah
kau punya rindu sedalam dan seluas yang kusimpan? Mungkinkah kau punya cinta dan sayang sekuat dan seindah
yang kupunya? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Kamu begitu sulit kutebak, tapi
aku mencintai segala teka-tekimu. Kamu hadir di saat yang tepat, saat aku
membutuhkan perkenalan tanpa keribetan, saat aku menginginkan pria humoris di
sampingku. Aku menemukan sosok pria idaman dalam dirimu, tapi sepertinya aku
bukanlah sosok yang kau inginkan. Aku terlalu buruk untukmu. Aku tak ingin
wajah tampanmu bersanding dengan wanita serendah aku. Kamu terlalu sempurna
untuk kugapai dan aku hanyalah si buruk rupa yang merindukan takdir indah.
Kalau kau ingin tahu
seberapa dalam perasaanku, cinta ini seperti air laut yang enggan surut. Aku
telah tenggelam, sementara kamu yang berada di pesisir pantai hanya bisa
melambaikan tangan dan menertawakan kesesakanku. Apa yang bisa kau anggap lucu
dari perasaan ini? Mengapa kau begitu mudah menjadikan perasaanku sebagai
candaan yang kau pikir bisa membuatku tertawa?
Sinaran pesonamu,
membutakan segalaku. Begitu mudah aku terjebak bayang-bayang yang kupikir
nyata. Begitu gampangnya aku terjerumus pada kesemuan yang tak pernah jadi
kenyataan. Harus kularikan kemana cinta yang makin dalam ini? Harus kubuang
kemana rindu yang tiba-tiba sering berujung air mata ini? Ketika aku dengan
bodohnya berpikiran bahwa kamu akan dengan mudahnya mengerti semua, tanpa harus
ku lontarkan sepatah kata. Harusnya, aku tak mempertahankanmu sedalam itu,
harusnya aku tak perlu memercayaimu sedalam itu. Tapi, mengapa perasaanku hanya
ingin meyakinimu? Mengapa aku enggan melawan ketika kamu menerbangkanku ke
angkasa paling tinggi, lalu membiarkanku mengepakkan sayap sendiri?
Aku hanya bingung.
Mengapa pertemuan yang begitu singkat bisa memunculkan kesan yang mendalam?
Kadang, aku tak sadar, bahwa ketika bibir seseorang mengucap "Hai",
sebenarnya saat itu juga aku harus siap pada banyak risiko; risiko kehilangan.
Dunia ini penuh teka-teki. Sebagai manusia yang mencoba menjawab dengan
perasaan dan otak yang terbatas, kadang aku hanya bisa menangkap
isyarat-isyarat kecil saja.
***
Just several paragraphs aligned into a complete story that makes me wanna say RT at the end of every paragraphs.
says a lot about what I feel.
credit : dwitasari
No comments:
Post a Comment
Tell me what you think :)