Kosong.
Entah mengapa
keramaian ini terasa sunyi, tanpamu.
Bagaikan mengunjungi
perpustakaan yang sama, dengan beribu buku yang semuanya telah kubaca.
Salahkah aku merasa
seperti ini?
Lidah terasa kaku
tiap kali ingin mengatakan sesuatu.
Jemari ini, tak
ingin melepaskan kotak itu. Selalu menginginkan kotak itu bergetar.
Bosan.
Suara berat itu,
suara yang selalu ku rindukan.
Bahkan rasanya,
setiap detik, aku selalu menginginkan bibir itu bergerak dan pita suara itu
bergetar di ujung sana. Mengisi rongga telingaku bersama angin.
Suara itu.
Yang mampu membuatku
tertawa dan tersenyum tanpa alasan.
Katakan aku gila.
Ya, memang gila.
Hey, mengapa tulisan
tentangnya menyusup masuk tiba-tiba?
Sepi.
Semua suara itu
hilang.
Apa yang harus
ditertawakan? Bagaimana bisa semudah itu merasa bahagia?
Hampa.
Andaikan kehampaan,
angin yang mengapitku, berubah menjadi sosok laki-laki dengan senyuman manis
itu. Andaikan.
Terlalu bosan dengan
perasaan sepi.
Seperti berada di
kota mati bersama satu-satunya teman yang masih hidup.
Ketika teman itu
pergi, aku harus berjalan sendirian melalui mayat-mayat itu.
Ketika teman itu
kembali, ku lupakan rasanya sedih.
Ku lupakan rasanya
sendiri.
Ku lupakan rasanya
sepi.
Suaraku cukup keras,
tapi tak pernah terdengar.
Mungkin, kini
telinga sesuatu yang langka.
Mungkin, Tuhan telah
merusak semua lobus temporalis yang ada.
Kenapa tidak ada
yang mendengarku?
Kenapa hanya dia
yang melihatku?
Seakan-akan dia
satu-satunya orang yang tahu bahwa aku hidup.
Teruntuk seseorang
yang selalu menjadi alasan di balik senyumanku..
Yang selalu menjadi
alasan di balik tawa lepasku..
Yang membuatku
melihat masa yang akan datang dari sudut pandang yang positif..
Yang mampu membuat
jantungku berdetak kencang meskipun aku tidak menginginkannya untuk berdetak
lagi..
***
No comments:
Post a Comment
Tell me what you think :)