Inilah aku. Sosok
yang berbeda dengan diriku yang sebelumnya. Entah mengapa, aku tak pernah
menemukan seseorang yang mengerti diriku sepenuhnya. Mereka tak akan pernah
mengerti. Mereka tak akan pernah memahami diriku.
Sosokku yang pendiam
dan tidak suka berbicara terlalu banyak, tetapi, untuk perasaan yang
diungkapkan, sulit bagiku untuk berhenti menuangkannya. Karena selama perasaan itu masih ada, kata demi kata akan terus mengalir.
Mengukir kata demi kata, lewat tulisan.
Mengukir kata demi kata, lewat tulisan.
Meskipun aku tidak
cukup pandai memilih diksi yang pas, inilah ukiranku, murni dari hati.
Apakah mereka bahkan
tahu, betapa traumanya aku untuk menjalin hubungan dekat dengan siapapun?
Sejatinya, tak ada yang abadi. Tidak ada yang berlangsung selamanya. Semuanya,
lahan perlahan, pasti akan sirna ditelan waktu.
Aku takut jatuh
cinta lagi. Aku takut terluka. Aku takut luka itu akan merubahku menjadi sosok
yang tidak pernah ku kenali. Sosok yang bukan diriku, yang gila. Karena cinta.
Luka itu masih belum kering. Apa yang harus kita lakukan agar sebuah luka di kulit kita menjadi kering? Membiarkannya terbuka dan terkena udara segar, bukan? Kini aku mengerti, mengapa luka itu tak kunjung sembuh. Hatiku tertutup, tak dapat terbuka. Sekali ada yang menghuni, selalu merusak. Hati, yang harusnya mencintai, tak dapat mencintai lagi. Hak untuk mencintai seperti diambil alih oleh seorang penjajah yang merusaknya.
Penjajah? Raut wajahnya tidak sejahat itu.
Tapi dia merusak hatiku.
Dia tidak menyadarinya.
Luka itu masih belum kering. Apa yang harus kita lakukan agar sebuah luka di kulit kita menjadi kering? Membiarkannya terbuka dan terkena udara segar, bukan? Kini aku mengerti, mengapa luka itu tak kunjung sembuh. Hatiku tertutup, tak dapat terbuka. Sekali ada yang menghuni, selalu merusak. Hati, yang harusnya mencintai, tak dapat mencintai lagi. Hak untuk mencintai seperti diambil alih oleh seorang penjajah yang merusaknya.
Penjajah? Raut wajahnya tidak sejahat itu.
Tapi dia merusak hatiku.
Dia tidak menyadarinya.
Betapa seseorang
yang ku kira tak akan pernah melukaiku, pada akhirnya menjadi alasan mengapa
aku terluka. Menjadi alasan mataku sembab setiap kali aku bangun tidur. Menjadi
alasan aku gila. Gila karena ditinggalkannya. Mengapa bisa gila? Selama
menikmati saat-saat bersamanya, kupikir dia tidak akan meninggalkanku. Kupikir
dia akan selamanya bersamaku, temaniku melalui waktu... Ternyata, aku salah.
Benar kata mereka. Hidup tidak bisa ditebak.
This is a modern fairytale, no happy endings, no wind
in our sails..
Tak ada akhir yang
bahagia di dunia ini. Semua pasti berakhir dengan kesedihan, berakhir dengan
air mata.
Setiap kebahagiaan
selalu berakhir dengan kesedihan. Selalu.
Saat-saat bahagia
yang pernah kita lalui dengan seseorang, seiring waktu, pasti akan sirna. Entah
dia meninggalkan kita, entah maut memisahkannya.. Semuanya pasti berakhir
dengan air mata, kan?
Itulah akhir. Tidak
ada kebahagiaan dalam sebuah akhir.
***
No comments:
Post a Comment
Tell me what you think :)