Morning Story
Pagi
yang cerah. Langit berwarna biru muda dihiasi berbagai macam jenis awan putih
menggumpal. Sang surya memancarkan sinar keemasan yang menerangi penjuru dunia.
Sinar itu menembus kaca rooster yang terletak 5m tinggi dari lantai.
Menyilaukan mata. Segera aku bergerak, beranjak pergi meninggalkan kasurku yang
sebenarnya masih ingin bersamaku.
Tetapi, no. Tidak boleh menjadi seorang pemalas. Harus rajin! Aku beranjak pergi meninggalkan kasurku, menuju lemari dengan cover kaca. Ku dekatkan wajahku ke arah kaca itu. Jarak antara wajahku dan kaca hanyalah 10 cm. Jarak yang sangat dekat, bukan? Yaa agar terlihat so sweet lah. Tidak tidak. Sebenarnya, minus mataku sangatlah tinggi, dan aku butuh jarak minimal 25 cm untuk melihat sesuatu dengan jelas.
Tetapi, no. Tidak boleh menjadi seorang pemalas. Harus rajin! Aku beranjak pergi meninggalkan kasurku, menuju lemari dengan cover kaca. Ku dekatkan wajahku ke arah kaca itu. Jarak antara wajahku dan kaca hanyalah 10 cm. Jarak yang sangat dekat, bukan? Yaa agar terlihat so sweet lah. Tidak tidak. Sebenarnya, minus mataku sangatlah tinggi, dan aku butuh jarak minimal 25 cm untuk melihat sesuatu dengan jelas.
Ku
buka kedua kelopak mataku dengan ibu jari dan jari telunjuk, sekedar mengecek
apakah ada bulu mata yang masuk mengganggu ke dalamnya. Sejak aku bangun, entah
mengapa, mataku terasa gatal sekali, dan ku kira ada bulu mata yang masuk ke
dalamnya. Oh tidak ada.. clear. Baguslah. Dari mata, turun ke organ yang sangat
penting yang tanpanya, aku takkan bisa hidup. Bisakah kau menebak apa yang ku
maksud? Hidung. Ya, hidung. Sayangnya, pori-pori di atas kulit organ itu
disumbat oleh kotoran-kotoran hitam menyebalkan. Semakin memperburuk penampilan
saja.
Aku
scroll up viewnya. Menuju jidatku. Jidat bagaikan kanvas yang penuh dengan
coretan. Hanya saja, jidatku penuh dengan bekas jerawat, maupun jerawat yang
masih aktif. Terkadang, jerawat itu sangat menyiksaku ketika aku bersujud.
Tetapi, biarlah, namanya juga jerawat.
Aku
zoom out viewnya, dan melihat keseluruhan wajahku. Wajah oval dihiasi dengan
rambut ikal se bahu yang masih acak-acakan. Gimbal sekali, pikirku.
Ah
sudahlah, tak ada gunanya mengomentari apa yang telah diberikan Tuhan kepadaku.
Sebenarnya, aku tidak tahu apakah semua yang terjadi di hidupku adalah berkat
takdir atau karena perbuatanku sendiri.
Ayo
mandii!
No comments:
Post a Comment
Tell me what you think :)